PMTINEWS.com, Makassar l Pembentukan sebuah organisasi seperti Ormas (Organisasi Masyarakat) atau semacamnya, termasuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Setidaknya, kepengurusannya mengikuti format berjenjang atau sesuai tingkatan dari pusat hingga daerah.
Begitu pula wilayah pengurus, mengikuti tata pemerintahan. Pandangan mengenai ini disampaikan Drs Benyamin Patondok, pemuka masyarakat Toraja yang berdiam di Papua. Ia menyebut contoh, penggunaan nama Jabodetabek pada organisasi IKAT (Ikatan Keluarga Toraja) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Jabodetabek kepanjangannya Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. "Penyebutan Jabodetabek, tanpa wilayah yang dikuasai. Jangan karena enak-enak kedengaran. Mestinya ada keseragaman, mengikuti wilayah tata pemerintahan. Kita harus menyesuaikan diri, bukan negara yang menyesuaikan kita," ujar pria yang akrab disapa Bento ini.
Kepada awak media, lewat handphone, baru-baru ini, Bento lebih jauh mengatakan, harus ada pelurusan dari apa yang salah selama ini. "Kita harus meninggalkan sesuatu yang benar. Hari ini kita bisa berubah, dan anak-anak kita bisa mengikuti. Nah kalau hari ini kita tidak berubah, dalam artian kita tidak menempatkan tatanan yang benar terhadap suatu organisasi maka generasi kita besok bisa 'naposisala'," tuturnya.
Apa yang ia sampaikan ini, tambah Bento, hanya upaya pelurusan terhadap struktur atau kedudukan organisasi yang benar. "Tidak salah itu Jabodetabek kalau sebatas memudahkan menyebut, tapi tanpa wilayah. Wilayahnya di tiga provinsi berarti gabung. Kenapa tidak bilang DKI, Banten dan Jawa Barat," beber Bento.
Koordinator Departemen Pertambangan PP PMTI ini menyebut contoh lain. Seperti Mubes Pemuda Toraja yang akan digelar April mendatang. "Bicara Mubes Pemuda PMTI I. Adakah nanti Musda Pemuda Jabodetabek? Justru itu maka Jabodetabek ini muncul dimana. Dia mau ditempatkan di struktur mana di PMTI yang namanya Jabodetabek," ketusnya.
Karena itu, kata Bento, tak heran jika Bogor mulai membentuk PMTI Bogor yang digagas Saltima Tangjong. "Kalau salah ya kita harus perbaiki, tapi bukan berarti membenarkan sesuatu yang salah," tegas pria yang dikenal kritis ini. (rume')
