Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dari RDPU DPD RI, Pemerintah Diminta Serius Tangani Kesehatan Jiwa di Indonesia

Jumat, 09 September 2022 | September 09, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-09-10T00:56:54Z

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komite III DPD RI dengan Pihak Eksekutif dalam rangka inventarisasi materi pengawasan UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, di Ruang Padjajaran, Selasa (6/9). 


PMTINEWS.com, Jakarta l Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI lewat Komite III meminta pemerintah serius dalam penanganan kesehatan jiwa di Indonesia. Pasalnya, penanganannya di daerah sejauh ini belum maksimal. Ini sebagai akibat belum memadainya infrastruktur serta sumber daya manusia dalam penanganan kesehatan jiwa. 

“Belum optimalnya penanganan kesehatan jiwa di Indonesia secara internal akan menurunkan kualitas pembangunan SDM Indonesia dan secara global pada pencapaian Indonesia pada target dan indicator SDG’s,” ucap Wakil Ketua Komite III DPD RI, Muslim M Yatim dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Selasa (6/9). 


RDPU diadakan dalam rangka inventarisasi materi pengawasan UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Acara ini berlangsung di Ruang Padjajaran, Selasa (6/9). Wakil Ketua Komite III DPD RI, Evi Apita Maya, mengatakan, kesehatan jiwa belum tuntas di masyarakat. Efek pandemi Covid-19 merupakan salah satu penghambat.


Alhasil, masalah tersebut mengalami peningkatan.Apalagi belum semua provinsi punya rumah sakit jiwa. "Sehingga tidak semua orang dengan masalah gangguan jiwa mendapat pengobatan yang seharusnya," timpalnya seraya menambahkan ada tujuh provinsi belum memiliki fasilitas RSJ. Senator Evi yang berasal dari NTB juga menyebut kurangnya SDM profesional. 


Seperti jumlah Psikiater yang jumlahnya hanya sekitar 1.000 orang. "Artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk. Hal ini merupakan beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia," jelasnya. Sementara narasumber lain, Artha Camelia dari Health Specialist UNICEF Indonesia menyebut beberapa tantangan. 


Pertama, minimnya alokasi anggaran. Kedua, koordinasi lintas bidang soal pencegahan dan penanganan kesehatan jiwa. "Dan ketiga, peningkatan pemahaman kesadaran tentang dampak, gejala serta informasi yang belum merata. Sehingga masyarakat tidak tahu mengenai penanganannya , terutama di lokasi-lokasi yang jauh dari akses," jelasnya. 


Sedang Ketua Panja RUU Kesehatan Jiwa, Nova Riyanti Yusuf, menyinggung latar belakang UU No. 18 tahun 2014 terkait pelanggaran HAM dalam penanganan Kesehatan Jiwa yang masih banyak seperti pemasungan dan diskriminasi. Nova Riyanti mengatakan, UU Kesehatan Jiwa tidak dilaksanakan secara ideal. Pasalnya, sejak berlaku sampai sekarang, regulasi tersebut belum punya aturan turunan. 


Hal sama dilontarkan Senator asal Sulawesi Tenggara, Dewa Putu Ardika Seputra. Ia menganggap, belum adanya aturan turunan itu menjadi penyebabi masalah dalam penanganan kesehatan jiwa di berbagai daerah. “Saya berharap teman-teman di Komite III untuk mengawal agar UU ini dapat memiliki peraturan turunannya,” ucap Dewa.


Senator Sumatera Selatan, Arniza Nilawati, juga menyoroti soal penanganan kesehatan jiwa. Banyak pemerintah daerah, katanya, yang tidak punya acuan dalam penanganan masalah kesehatan jiwa. Termasuk alokasi dana untuk RSJ dalam meningkatkan pelayanan. Akibatnya, masyarakat kurang mampu yang mengalami masalah kesehatan jiwa tidak terlayani. 


Terakhir, Senator Jawa Tengah Bambang Sutrisno mengusulkan, Puskesmas di tiap daerah agar dilibatkan dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa. Bambang menyoroti sulitnya penggunaan BPJS bagi masyarakat yang ingin memeriksakan kesehatan jiwa. “Selama reses kemarin, banyak sekali yang dikeluhkan berkaitan dengan BPJS. Adanya rujukan berjenjang menyulitkan administrasi di lapangan,” ungkap Bambang. (*/red)

×
Berita Terbaru Update