Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Prof Yeheskiel Tiranda Ditetapkan Jadi Guru Besar Universitas Islam di Semarang

Selasa, 13 September 2022 | September 13, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-09-13T08:20:51Z


Tampak Prof. DR. Yeheskiel Minggus Tiranda, SH, MH, menerima SK Penetapan Guru Besar dari Rektor UNISSULA Semarang, Sabtu, 10 September 2022. (dok ist)

PMTI
NEWS.com, Jakarta l Spektakuler, seorang putra terbaik Toraja, Prof. DR. Yeheskiel Minggus Tiranda,SH, MH, ditetapkan menjadi Guru Besar Ilmu Hukum di sebuah Universitas Islam ternama di Semarang, yakni Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA). Penetapan Guru Besar ini berdasarkan SK Rektor UNISSULA No. 8447/E/SA/IX/2022 tanggal 10 September 2022 ditandatangani Prof. Dr. H. Gunarto, SH, MH selaku Rektor. 


SK tersebut diserahkan langsung Rektor UNISSULA kepada DR. Yeheskiel Minggus Tiranda, SH, MH dihadapan Senat dan Civitas Akademika Universitas Islam Sultan Agung, Sabtu (10/9). Tampak hadir Ketua Senat UNISSULA, Prof. Dr. Anis Masdurohatun, SH, M.Hum, Para Anggota Senat Guru Besar UNISSULA, Dekan Fakultas Hukum Dr. Bambang Tri Bawono, SH, MH, dan Civitas Akademika UNISSULA. Usai menerima SK, Prof. Yeheskiel Tiranda menyampaikan sambutan.


Mengawali pidatonya, Guru Besar yang Ahli Hukum Pajak ini, menceritakan sekilas perjalanannya dalam aktivitas akademik, sekalipun ia disibukkan dengan tugasnya sebagai ASN di lingkungan Kemenkeu RI. "Kurang lebih hampir 15 tahun lamanya saya mendokumentasikan komponen tacit knowledge, tujuan awalnya bukan untuk menjadi Profesor melainkan sekedar agar semua knowledge yang saya dapatkan selama bekerja di Direktorat Jenderal Pajak yang sudah lebih 28 tahun lamanya, terekam dalam history," ujarnya. 


Keterlibatannya dalam bidang akademik, kata pria yang berdarah PARIS (Pangala' Riu dan Sekitarnya) ini, menjadi sangat intens sejak 2004, melalui aktivitas Tridharma Perguruan Tinggi di berbagai Universitas, baik di Universitas Negeri maupun Swasta. "Keaktifan saya dalam pengajaran, pembimbingan dan penguji tesis/disertasi mahasiswa, penelitian dan bahkan pengabdian masyarakat  terus berlanjut hingga saat ini di beberapa perguruan tinggi (antara lain Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Borneo, UKSW, UKI Jakarta, dll)," tuturnya. 


Semua pengalaman tersebut telah memperkaya dirinya secara akademik dan bermanfaat bagi pekerjaannya di bidang public policy. Berbagai karya ilmiah juga telah dipublikasi baik dalam bentuk jurnal bereputasi (antara lain terindeks Scopus dan Sinta) maupun sejumlah buku hukum yang menjadi referensi mahasiswa untuk mata kuliah hukum dan kebijakan hukum pajak. 


Menurut Prof. Yeheskiel, kejadian luar biasa yang dialami Indonesia dalam kasus Pandemi Covid-19 telah memberi banyak pelajaran. Bahkan sampai hari ini pandemi tersebut belum sepenuhnya berakhir. "Setidaknya pelajaran berharganya adalah, dalam konteks tata kelola pemerintahan, kita dipaksa harus selalu punya solusi menghadapi kejadian luar biasa yang akan muncul dalam sejarah kebangsaan kita sebagai suatu Negara," ucapnya. 


Dari kejadian ini diketahui betapa pentingnya peran Negara dan pemerintah, dan ini terbukti dalam 2 tahun terakhir. Peran ini, kata Prof. Yeheskiel, akan semakin diuji karena tantangan global semakin bertambah. Mulai dari perubahan iklim, potensi kelangkaan energy, krisis pangan global dan bahkan perubahan geopolitik global yang bahkan sekalipun perubahan itu dilatarbelakangi oleh “game changer”. Semua persoalan ini harus diantisipasi.


Peranan hukum, khususnya sektor hukum tata Negara dan hukum administrasi, sudah pasti akan sangat dinamis. Kebijakan hukum sektor ini akan sangat terdampak alias mengalami turbulensi. Akibatnya seluruh proses tata kelola pemerintahan pasti akan ikut terdampak. "Belum lagi terkait dengan persoalan bahwa secara revolusioner tanpa sadar kita dipaksa 'wajib hukumnya' bertransformasi secara digital di semua lini, dan itu kejadiannya sangat massif," timpalnya. 


Prof. Yeheskiel Minggus Tiranda, berfoto bersama Rektor UNISSULA Semarang, sesaat setelah menerima SK Penetapan Profesor. Juga terlihat beberapa cameramen sedang mengambil gambar membelakangi lensa. (dok.ist)

Hukum tidak hanya jadi alat kontrol dan sekedar mengatur hubungan-hubungan masyarakat, tapi harus menjadi alat rekayasa sosial menuju tujuan Negara. Di lain pihak, kontribusi rakyat secara konstitusional hanya melalui pajak. Pungutan pajak ini dibangun dalam basis gotong royong. "Peran hukum pajak mau tidak mau harus hadir untuk mendorong dan mendesain masyarakat agar aktif dalam siklus pembiayaan Negara," terangnya. 


Karena itu, tambah Ketua Tim Pengadaan Jasa Konsultasi Change Management dengan Sistem Pengadaan Internal Kemenkeu ini, hukum pajak harus diorientasikan untuk bisa menerapkan rekayasa sosial agar keseimbangan hak dan kewajiban terwujud dalam membangun Negara melalui pembayaran pajak.


Pengelolaan masyarakat sebagai pihak yang terdampak dalam suatu policy hukum harus dilakukan. Dalam dunia manajemen modern, pendekatan yang bisa digunakan dalam rekayasa social masyarakat, untuk medorong pergerakan masyarakat agar mengarah ke tujuan berdirinya NKRI adalah model Manajemen Perubahan (Change Management), yaitu pendekatan terstruktur dan sistematis untuk membantu masyarakat berpindah dari situasi saat ini menuju situasi yang diinginkan (end state).


"Saya bersyukur, institusi saya saat ini merespon dengan cepat melalui transformasi digital di semua area administrasi pajak. Bahkan inisiatif strategis ini diletakkan dalam sebuah bangunan besar yang disebut Reformasi Sistem Administrasi Pajak (PSAP) di bawah komando Bapak Suryo Utomo selaku Dirjen Pajak," beber Yeheskiel. 


Dia juga bangga menjadi anak negeri yang bangsanya dibangun berdasarkan konsep Negara kesejahteraan Pancasila yang bersendikan kegotongroyongan yang dilandasi asas kerukunan. Dan gotong royong hanya bisa lahir jika disitu ada semangat kebangsaan. "Saya bersyukur karena di panggung kehormatan ini, saya merasakan energi positif pluralisme yang besar di UNISSULA. Universitas Islam yang secara terbuka menerima saya sebagai Profesor Ilmu Hukum," cetusnya. 


Itu sebabnya, beber Yeheskiel, gelar Profesor yang diraihnya harus dimaknai sebagai tugas dan tanggungjawab yang harus dipikul sebagai penjaga akademik dan nilai-nilai ilmiah. "Bukan hanya sebagai penghargaan dan penghormatan kepada kepakaran saya di bidang ilmu hukum khususnya hukum pajak dan rekayasa sosial," ungkapnya.



Ucapan Simpati


Jonathan WS, SH


Prestasi yang ditorehkan Profesor Yeheskiel Minggus Tiranda di usianya yang masih terbilang muda, sebagai Pakar Hukum khususnya Hukum Pajak yang baru saja ditetapkan sebagai Guru Besar di Universitas Islam Sultan Agung di Semarang, menuai ucapan simpati dan apresiasi dari berbagai pihak. Sebagian ucapan ini disampaikan lewat beberapa WA Group yang ada. 


Selebihnya langsung kepada awak media ini. Seperti dilontarkan tokoh masyarakat Toraja yang berdiam di Bekasi, Jonathan WS, SH. "Ini prestasi luar biasa lho. Bayangkan beliau ditetapkan jadi guru besar di Universitas Islam ternama. Itu tempat Ketua MK dan tokoh-tokoh lainnya, yang melahirkan profesor," ujar Jonathan lewat pesan WA ke redaksi media ini, Selasa (13/9). 



Hal senada disampaikan Ketua YAPITO (Yayasan Peduli Tondok Toraya) Drs Rony Rumengan. Menurut Rony yang juga Pimpinan Umum PMTINEWS, apa yang diraih DR Yeheskiel Minggus Tiranda, bisa memotivasi generasi muda Toraja yang lain untuk lebih maju dan berprestasi. "Dan beliau adalah aset orang Toraja. Saya yakin kedepan akan bertambah lagi pakar-pakar mungkin di bidang lain hingga ke jenjang profesor. Minimal doktor lah dengan usia yang masih muda-muda," ungkapnya. (rus)


 

×
Berita Terbaru Update