Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tokoh Masyarakat Toraja, Annar Sampetoding, Minta Presiden Jokowi Maafkan Ferdy Sambo

Rabu, 15 Maret 2023 | Maret 15, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-03-16T09:07:38Z

Annar Salahudin Sampetoding, saat diwawancarai awak media, dalam acara Konferensi Pers Menolak Vonis Hukuman Mati terhadap Ferdy Sambo. (dok.rus)

PMTINEWS.com, Jakarta l Vonis hukum mati yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kepada Mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo, tampaknya mengundang pro-kontra di masyarakat. Sebagian dari masyarakat menolak putusan hukuman mati itu dengan berbagai alasan. Ini karena selain motif pembunuhan atas Brigadir Yosua, masih jadi polemik dan dinilai kontroversial, juga tidak mempertimbangkan penghargaan atas pengabdian Ferdy Sambo terhadap negara selama menjabat Kadiv Propam. 


Penolakan atas vonis mati ini disampaikan keluarga besar Toraja melalui tokoh masyarakat Sulawesi Selatan asal Toraja, Puang Annar Salahuddin Sampetoding, di hadapan wartawan dari berbagai media, dalam Konferensi Pers di Djakarta Cafe, Djakarta Theatre Building, Jl. MH Thamrin Kav. 9, Jakarta Pusat, Rabu (15/3) sore. Annar Sampetoding dengan tegas menolak putusan hukuman mati itu dan meminta kepada Presiden RI Joko Widodo agar memaafkan Ferdy Sambo atas tindakannya yang secara spontan membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. 


Suasana menjelang Konferensi Pers, tampak dari kiri-kanan, Annie Payung, Nico Palinggi, Lusia Mangiwa, Annar Sampetoding, dan Gaffar Sampetoding. (dok rus)

Annar yang juga Ketua Yayasan Keturunan Tomanurung Sulsel dan Ketua Yayasan Puang Sangalla Tana Toraja ini, lebih jauh mengatakan, dugaan motif pelecehan seksual di balik tindakan pembunuhan itu bertentangan dengan budaya "Siri'na Pacce" dari orang Toraja, Makassar, Bugis bahkan Mandar. Artinya, malu dan kepedihan sangat mendalam, yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat keluarga. 


“Prinsip penghormatan pada budaya orang Sulawesi Selatan yang terdiri dari 3 etnis, yaitu Toraja, Makassar dan Bugis, juga dari aspek Hak Asasi Manusia,” tegas Annar yang juga Pengusaha Nasional dan kini menjabat Ketua Umum DEIT (Dewan Ekonomi Indonesia Timur). Pihaknya, kata Annar, tetap menghormati lembaga peradilan. Ia tidak menampik kalau Ferdy Sambo telah melakukan kesalahan dengan melanggar hukum. Namun, menurut dia, vonis mati itu sangat berlebihan. 


“Vonis mati terhadap Ferdy Sambo kami anggap berlebihan, karena hanya memenuhi keinginan masyarakat tertentu. Bukan atas dasar keadilan yang substantif dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang muncul di persidangan khususnya yang disampaikan pihak Ferdy Sambo, karena kejadian penembakan itu tidak berdiri sendiri tanpa sebab,” ujar mantan Ketua Pemuda Pancasila Sulsel ini. 


Annar Sampetoding dengan penampilan busana adat Sulawesi Selatan. (dok.rus)

Vonis mati terhadap Ferdy Sambo menurut Annar Sampetoding, seolah tidak menyisakan sedikit ruang keadilan yang selama persidangan mengaku salah, berkali-kali meminta maaf dan siap bertanggung jawab bahkan dengan sopan, tapi sama sekali tidak ada yang meringankan. Padahal, jauh sebelum vonis dijatuhkan, kata dia, Ferdy Sambo dan keluarga telah mendapat hukuman sosial yang teramat berat dari seluruh masyarakat Indonesia. 


"Jujur saja Ini yang membuat kami semua terpukul amat sangat dalam. Penghakiman sosial oleh masyarakat ini jauh lebih dahsyat dari hukuman fisik karena menyentuh jantung dan jiwa serta spirit keluarga terutama anak-anaknya yang masih kecil dan pasti tergoncang atas cemoohan, cibiran dari masyarakat," tutur Annar. Ia menilai, hakim dalam memutuskan perkara ini juga tidak mempertimbangkan pengabdian Ferdy Sambo selama 28 tahun kepada negara dan bangsa Indonesia. 


Tercatat, Ferdy Sambo pernah mendapat penghargaan tertinggi dari Polri berupa 6 Pin Emas Kapolri, bahkan memperoleh Bintang Bhayangkara Pratama dari Presiden RI. “Secara khusus kami mengingatkan yang terhormat Bapak Menkopolhukam Mahfud MD, sejak awal berbicara bahkan di luar kepantasan dan kepatutan, sehingga pemberitaannya menjadi liar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan di dunia maupun di akhirat, sebagai tokoh agama dan panutan. Kami himbau agar tidak terlalu jauh mencampuri atau mengintervensi pengadilan yang harus berjalan independen dan imparsial,” tegas Annar. 


Kiri ke Kanan: Andi Dodo Sampetoding, Annar Sampetoding, dan Gaffar Sampetoding. (dok.rus)

Sementara Tokoh Perempuan Toraja, DR. Lusia Mangiwa, yang juga hadir, mengatakan, Indonesia menganut sistem hukum terkait keadilan sosial serta kemanusiaan yang adil dan beradab. "Kami sadar bahwa saudara kami, kakak kami, adik kami, Ferdy Sambo, kita ketahui sudah melakukan pelanggaran hukum, namun apakah tidak ada keadilan untuk beliau. Tentu kita juga harus mempertimbangkan tenaga dan pikiran yang beliau sudah sumbangkan untuk bangsa dan negara. Ferdy Sambo hanya mempertahankan harkat dan martabat keluarga dan itu wajib dia lakukan," ucap Lusia. 


Martabat dan harga diri bagi orang Toraja, tambahnya, adalah harga mati. "Kita tahu bahwa yang namanya Siri’na Pacce, kalau perlu itu sampai titik darah penghabisan, perlu diperjuangkan. Apapun alasannya kami orang Toraja, sepanjang darah Toraja ini mengalir dalam tubuh kami maka sepanjang itu juga kami akan membela saudara kami. Semoga Tuhan memberikan keadilan yang seadil-adilnya kepada saudara kekasih kami Ferdy Sambo,” beber Lusia Mangiwa. 


Ia berharap, para hakim Pengadilan Tinggi Jakarta mempertimbangkan aspek-aspek yang meringankan. "Sehingga keadilan yang sesungguhnya bisa diperoleh juga saudara kami Ferdy Sambo,” timpalnya. Hadir dalam acara Konferensi Pers antara lain, selain Annar Sampetoding dan Lusia Mangiwa, juga Nico Palinggi, Gaffar Sampetoding, Andi Dodo Sampetoding, Annie Payung, Henny Mangiwa, Non Summer, Ois serta Dewan Redaksi KabarinNews, Bowo. (james-rus)


×
Berita Terbaru Update